Bupati Iskandar memimpin peringatan Hari Santri Nasional ke-10. Semangat kaum sarung yang tak lekang oleh zaman.
ACEH TIMUR - Pagi itu, Rabu 22 Oktober 2025, lapangan upacara Pemerintah Kabupaten Aceh Timur berubah menjadi lautan putih. Ratusan santri dari berbagai dayah dan pesantren berdiri berbaris rapi, sarung berkibar tertiup angin, peci hitam tampak seragam di bawah matahari yang pelan menanjak.
Di tengah barisan, Bupati Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky, berdiri tegap memimpin upacara. Dengan suara tenang namun tegas, ia menyampaikan pesan yang lebih dari sekadar seremoni tahunan. "Santri adalah benteng moral dan penjaga peradaban bangsa," ucapnya.
Tema "Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia" yang diusung tahun ini, terasa menemukan maknanya di lapangan itu. Bagi Iskandar, peran santri tak berhenti di kitab kuning dan surau, tapi juga pada kemampuan mereka menavigasi zaman, dari perjuangan kemerdekaan hingga era digital.
Deretan pejabat pemerintah daerah dan pimpinan Kantor Kementerian Agama turut hadir. Tapi sorotan hari itu tetap pada para santri, wajah-wajah muda yang menyimpan semangat lama, belajar, berkhidmat, dan berjuang dengan ilmu.
Upacara berlangsung khidmat. Suara lantunan doa menutup rangkaian kegiatan, menggema di antara kibaran bendera merah putih. Di tengah suasana itu, aroma tanah Aceh dan kain sarung seakan menyatu, menghadirkan kesadaran bahwa pesantren masih menjadi salah satu tiang teguh yang menyangga keindonesiaan. []
