JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menelusuri aliran dana dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) tahun anggaran 2019–2022.
Empat tersangka baru resmi ditahan, yakni HAS, JPP, dan WK dari unsur swasta serta SUK, mantan kepala desa di Tulungagung.
"Keempatnya ditahan selama 20 hari pertama, sejak 2 hingga 21 Oktober 2025 di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Dengan ini total sudah 21 tersangka dalam perkara hibah Jatim—13 pemberi dan delapan penerima," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Minggu (5/10/2025).
Kasus ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Desember 2022 lalu. Dalam penyidikan terungkap adanya pengaturan jatah Pokok-pokok Pikiran (Pokir) milik KUS, Ketua DPRD Jatim periode 2019–2024, bersama sejumlah koordinator lapangan (korlap) untuk memuluskan pencairan hibah ke berbagai Pokmas.
Tersangka JPP, HAS, SUK, dan WK disebut aktif menyiapkan proposal, Rencana Anggaran Biaya (RAB), serta laporan pertanggungjawaban (LPJ) fiktif guna mengakses dana hibah tersebut. Mereka juga memberikan "ijon politik" kepada KUS agar pencairan dipercepat.
KPK mengungkap skema pembagian fee yang sudah disusun rapi: Ketua DPRD (KUS) menerima 15–20%; Korlap mendapat 5–10%; Pengurus Pokmas sekitar 2,5%; Administrator 2,5%.
Akibat praktik ini, hanya 55–70% dana yang benar-benar digunakan untuk masyarakat. Dalam kurun 2019–2022, KUS diduga menerima komitmen fee hingga Rp32,2 miliar.
Asep menegaskan, penegakan hukum ini bukan hanya untuk menghukum pelaku, tapi juga memperbaiki tata kelola hibah daerah.
"KPK terus mendampingi Pemprov Jatim melalui rekomendasi perbaikan sistem perencanaan dan penganggaran agar praktik serupa tidak terulang," ujarnya.
Melalui pendekatan law enforcement dan governance improvement, KPK menegaskan setiap rupiah dana publik harus kembali kepada rakyat, bukan memperkaya pejabat atau kelompok tertentu.
Kasus hibah Jatim menjadi pengingat penting bagi seluruh pemerintah daerah untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran. []
