KABAR ACEH | Bireuen- Perayaan HUT ke-26 Kabupaten Bireuen pada Oktober 2025 kemarin, yang seharusnya menjadi momentum menampilkan capaian pembangunan daerah, kini memicu kontroversi dan kritikan serius dari berbagai kalangan di Kabupaten setempat.
Salah satunya kritikan dari Anggota DPRK Bireuen, Nanda
Rizka SPd.I, MPd
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) ini kepada wartawan Jumat (7/11/2025) menyebutkan, penggunaan dana publik pada perayaan HUT ke-26 Kabupaten Bireuen dituding tumpang tindih dan tidak transparan.
Sebut Abi Nanda sapaan akrab Nanda Rizka, dana APBK Bireuen ditambah kontribusi SKPK, para camat di 17 kecamatan, bantuan CSR dari Perbankkan dan berbagai pihak, sumbangan donatur serta sponsor, menjadi fokus utama dugaan terjadinya penyalahgunaan anggaran pada even tahunan tersebut.
Sebut Abi Nanda, indikasi dugaan penyalahgunaan anggaran, muncul karena tidak adanya laporan pertanggungjawaban yang jelas terkait alokasi dana. Even tingkat kabupaten tersebut, juga diduga dikelola oleh istri bupati dan adik kandung bupati sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bireuen.
Beberapa sumber internal menyebutkan, adanya klaim ganda dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) atau dinas-dinas dan para camat dari 17 kecamatan, yang memungkinkan sebagian dana publik dialihkan untuk kepentingan non resmi.
Hal ini memunculkan pertanyaan serius, apakah HUT ke-26 Bireuen ini benar-benar untuk rakyat atau menjadi ajang memuaskan kepentingan pribadi pejabat daerah atau kelompok tertentu.
Abi Nanda menegaskan, penggunaan uang rakyat harus bisa dipertanggungjawabkan. Jika ada penyimpangan, ini bukan sekedar masalah administrasi, tapi pelanggaran etika dan hukum.
"DPRK meminta Inspektorat Kabupaten Bireuen melakukan audit khusus terhadap dana APBK dan kontribusi CSR dari berbagai sumber lainnya untuk menelusuri aliran dana yang diragukan itu," pinta Abi Nanda.
Tambahnya, publik menyaksikan perayaan yang digadang-gadang spektakuler ini justru berubah menjadi tontonan kontroversial. Alih-alih menampilkan prestasi pembangunan, momen HUT ke-26 diwarnai kegiatan pribadi Bupati Mukhlis dengan menampilkan video-video pribadinya saat berburu babi di hutan Bireuen.
"Seharusnya itu tidak boleh ditampilkan pada even pemerintah, karena bukan even pribadi, apalagi binatang bernajis tersebut haram dalam agama islam, dan sangat tidak beretika," cetus Abi Nanda.
Bahkan adegan ini menjadi bahan guyonan sekaligus kritik tajam dari masyarakat, serta menimbulkan persepsi bahwa agenda pribadi pejabat lebih diutamakan daripada kepentingan publik.
Selain itu, tambah politisi muda Bireuen ini, perayaan HUT ke-26 Bireuen juga bertentangan dengan hasil pertemuan MPU Bireuen dengan berbagai unsur beberapa waktu lalu, bahwa di Kabupaten Bireuen tidak boleh ada konser musik, karena bertentangan dengan Syariat Islam.
"Ini malah Pemkab Bireuen yang gelar konser musik di lapangan terbuka, bahkan laki-laki dan perempuan berbaur di lapangan saat perayaan HUT ke-26 Bireuen hingga larut malam," terang Abi Nanda.
Dugaan penyalahgunaan dana publik semakin diperkuat oleh kurangnya transparansi terkait kontribusi pihak ketiga dan sponsor.
Tidak ada mekanisme publik untuk memastikan berapa besar sumbangan yang diterima, bagaimana alokasinya, dan apakah dana tersebut digunakan sesuai tujuan HUT ke-26 Bireuen.
"Ketidakjelasan ini membuka celah bagi potensi pengalihan dana untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu," ujar Abi Nanda.
Pengamat tata kelola pemerintahan menekankan bahwa acara publik yang dibiayai APBK harus dilengkapi laporan keuangan rinci. Tanpa akuntabilitas yang ketat, masyarakat berhak mempertanyakan integritas pejabat daerah.
"Ini bukan sekadar soal uang, tapi soal kepercayaan publik. Ketika dana digunakan untuk hiburan pribadi, citra pemerintah rusak," ujar seorang pakar pemerintahan lokal.
Sementara itu, DPRK menuntut transparansi total dari panitia HUT Kabupaten Bireuen. Audit menyeluruh diharapkan mengungkap seluruh aliran dana, termasuk dari CSR dan donatur lainnya, sehingga setiap rupiah harus dapat dipertanggungjawabkan.
Masyarakat berharap hasil audit tidak hanya menjadi formalitas, tetapi mampu menjawab dugaan penyalahgunaan dana secara konkrit.
Perayaan HUT ke-26 seharusnya menjadi refleksi prestasi dan capaian Kabupaten Bireuen. Namun, kini sorotan publik lebih pada dugaan penyalahgunaan anggaran dan agenda pribadi pejabat.
Momentum ini menjadi ujian integritas bagi pemerintah daerah, apakah mereka serius membangun kepercayaan publik, atau sekadar menutupi pengelolaan dana yang kontroversial. [Rel]