Komisi A DPRK Lhokseumawe Mengawal Kepentingan Warga dalam Relokasi Lahan Pertamina
Font Terkecil
Font Terbesar
Komisi A DPRK Lhokseumawe Rapat Dengar Pendapat dengan Pemko Lhokseumawe, pihak PT Pertamina dan PT Humpuss Aromatik di gedung dewan, Selasa, 21 Januari 2025. Foto: Istimewa |
LHOKSEUMAWE – Komisi A DPRK Lhokseumawe terus menunjukkan kinerja produktif dalam mengawal berbagai isu strategis yang menyangkut kepentingan masyarakat. Sepanjang bulan Januari, Komisi A intens menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta perusahaan swasta yang menjadi mitra kerjanya.
Salah satu RDP yang menjadi sorotan adalah pertemuan dengan PT Pertamina dan Humpus Aromatic, yang membahas permasalahan relokasi warga Dusun Rancong Baro, Gampong Blang Naleung Mameh, Kecamatan Muara Satu.
Dalam RDP yang digelar di ruang Komisi A Gedung DPRK Lhokseumawe pada Selasa, 21 Januari 2025, Ketua Komisi A DPRK Lhokseumawe, Fauzan, didampingi Wakil Ketua Farhan Zuhri serta sejumlah anggota lainnya, menyoroti lambatnya proses pengosongan lahan milik Pertamina yang hingga kini masih diduduki oleh warga.
Menurut Fauzan, permasalahan utama yang menghambat relokasi adalah kondisi lahan pengganti yang disiapkan oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe di Dusun Blang Kumbang, Gampong Padang Sakti, yang masih belum layak ditempati. Selain belum tersedianya rumah layak huni, warga juga masih belum menerima sertifikat hak milik atas tanah relokasi mereka.
"Bagaimana mungkin warga bisa meninggalkan tempat tinggal mereka tanpa kepastian? Relokasi ini harus berjalan dengan adil dan manusiawi. Hak-hak masyarakat harus dipenuhi agar mereka tidak merasa dirugikan," tegas Fauzan.
Senada dengan Fauzan, Wakil Ketua Komisi A, Farhan Zuhri, menekankan pentingnya kesepahaman antara Pemerintah Kota Lhokseumawe, Pertamina, dan Humpus Aromatic dalam menyelesaikan persoalan ini. Jika tidak ada koordinasi yang solid, maka rencana relokasi akan terus menghadapi kendala.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Lhokseumawe, T. Adnan, menjelaskan bahwa lahan relokasi seluas empat hektare telah disiapkan sejak dua tahun lalu. Namun, akibat belum adanya sertifikasi tanah bagi warga, proses relokasi belum dapat terlaksana.
"Kami memahami keresahan warga. Lahan sudah dibeli dan dibersihkan, namun kendala administrasi masih menjadi tantangan utama. Kami berupaya agar sertifikat tanah bisa segera diberikan sehingga proses relokasi dapat segera dilaksanakan," kata T. Adnan dalam RDP tersebut.
Namun, akibat keterlambatan ini, lahan relokasi kini kembali dipenuhi semak belukar, semakin memperkuat ketidakpercayaan warga terhadap realisasi janji pemerintah.
Janji yang Terlupakan Selama Puluhan Tahun
Isu relokasi warga Dusun Rancong Baro bukan persoalan baru. Sejak tahun 1974, ketika pemerintah menetapkan lahan seluas 121,9 hektare untuk pendirian PT Arun LNG, warga Blang Naleung Mameh telah dijanjikan lahan dan tempat tinggal baru. Namun, hingga kini, banyak dari mereka masih bertahan di tanah yang telah diambil alih oleh perusahaan, lantaran janji tersebut tak kunjung terealisasi.
"Sampai saat ini, janji itu hanya sebatas kata-kata. Sudah lebih dari 40 tahun kami menunggu kepastian, tetapi tidak ada realisasi nyata. Kami tidak ingin hanya diberi janji kosong lagi," ungkap salah seorang warga dengan nada kecewa.
Komitmen Komisi A DPRK Lhokseumawe
Menutup RDP, Ketua Komisi A, Fauzan, menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal proses relokasi ini agar hak-hak warga benar-benar dipenuhi. Komisi A juga mendesak Pemko Lhokseumawe untuk mempercepat pemberian sertifikat tanah bagi warga yang akan direlokasi.
"Kami tidak ingin ada warga yang menjadi korban ketidakpastian kebijakan. Relokasi harus dilakukan dengan cara yang benar, transparan, dan sesuai dengan prinsip keadilan sosial," pungkas Fauzan.
Sebagai mitra kerja pemerintah dan perusahaan swasta, Komisi A DPRK Lhokseumawe berkomitmen untuk terus memperjuangkan aspirasi rakyat. Dengan kerja nyata yang terus dilakukan, diharapkan proses relokasi ini dapat segera terselesaikan tanpa merugikan pihak manapun, terutama masyarakat yang telah lama menantikan kepastian nasib mereka. (ADV)
Salah satu RDP yang menjadi sorotan adalah pertemuan dengan PT Pertamina dan Humpus Aromatic, yang membahas permasalahan relokasi warga Dusun Rancong Baro, Gampong Blang Naleung Mameh, Kecamatan Muara Satu.
Dalam RDP yang digelar di ruang Komisi A Gedung DPRK Lhokseumawe pada Selasa, 21 Januari 2025, Ketua Komisi A DPRK Lhokseumawe, Fauzan, didampingi Wakil Ketua Farhan Zuhri serta sejumlah anggota lainnya, menyoroti lambatnya proses pengosongan lahan milik Pertamina yang hingga kini masih diduduki oleh warga.
Menurut Fauzan, permasalahan utama yang menghambat relokasi adalah kondisi lahan pengganti yang disiapkan oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe di Dusun Blang Kumbang, Gampong Padang Sakti, yang masih belum layak ditempati. Selain belum tersedianya rumah layak huni, warga juga masih belum menerima sertifikat hak milik atas tanah relokasi mereka.
"Bagaimana mungkin warga bisa meninggalkan tempat tinggal mereka tanpa kepastian? Relokasi ini harus berjalan dengan adil dan manusiawi. Hak-hak masyarakat harus dipenuhi agar mereka tidak merasa dirugikan," tegas Fauzan.
Senada dengan Fauzan, Wakil Ketua Komisi A, Farhan Zuhri, menekankan pentingnya kesepahaman antara Pemerintah Kota Lhokseumawe, Pertamina, dan Humpus Aromatic dalam menyelesaikan persoalan ini. Jika tidak ada koordinasi yang solid, maka rencana relokasi akan terus menghadapi kendala.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Lhokseumawe, T. Adnan, menjelaskan bahwa lahan relokasi seluas empat hektare telah disiapkan sejak dua tahun lalu. Namun, akibat belum adanya sertifikasi tanah bagi warga, proses relokasi belum dapat terlaksana.
"Kami memahami keresahan warga. Lahan sudah dibeli dan dibersihkan, namun kendala administrasi masih menjadi tantangan utama. Kami berupaya agar sertifikat tanah bisa segera diberikan sehingga proses relokasi dapat segera dilaksanakan," kata T. Adnan dalam RDP tersebut.
Namun, akibat keterlambatan ini, lahan relokasi kini kembali dipenuhi semak belukar, semakin memperkuat ketidakpercayaan warga terhadap realisasi janji pemerintah.
Janji yang Terlupakan Selama Puluhan Tahun
Isu relokasi warga Dusun Rancong Baro bukan persoalan baru. Sejak tahun 1974, ketika pemerintah menetapkan lahan seluas 121,9 hektare untuk pendirian PT Arun LNG, warga Blang Naleung Mameh telah dijanjikan lahan dan tempat tinggal baru. Namun, hingga kini, banyak dari mereka masih bertahan di tanah yang telah diambil alih oleh perusahaan, lantaran janji tersebut tak kunjung terealisasi.
"Sampai saat ini, janji itu hanya sebatas kata-kata. Sudah lebih dari 40 tahun kami menunggu kepastian, tetapi tidak ada realisasi nyata. Kami tidak ingin hanya diberi janji kosong lagi," ungkap salah seorang warga dengan nada kecewa.
Komitmen Komisi A DPRK Lhokseumawe
Menutup RDP, Ketua Komisi A, Fauzan, menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal proses relokasi ini agar hak-hak warga benar-benar dipenuhi. Komisi A juga mendesak Pemko Lhokseumawe untuk mempercepat pemberian sertifikat tanah bagi warga yang akan direlokasi.
"Kami tidak ingin ada warga yang menjadi korban ketidakpastian kebijakan. Relokasi harus dilakukan dengan cara yang benar, transparan, dan sesuai dengan prinsip keadilan sosial," pungkas Fauzan.
Sebagai mitra kerja pemerintah dan perusahaan swasta, Komisi A DPRK Lhokseumawe berkomitmen untuk terus memperjuangkan aspirasi rakyat. Dengan kerja nyata yang terus dilakukan, diharapkan proses relokasi ini dapat segera terselesaikan tanpa merugikan pihak manapun, terutama masyarakat yang telah lama menantikan kepastian nasib mereka. (ADV)