Anggota DPRK Lhokseumawe Dukung Transformasi Tenaga Honorer ke PPPK
Font Terkecil
Font Terbesar
Anggota DPRK Lhokseumawe, Syahrul, ST |
LHOKSEUMAWE - Proses pengangkatan tenaga honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Lhokseumawe memasuki babak baru. Kebijakan ini disambut antusias oleh berbagai pihak, termasuk anggota DPRK Lhokseumawe, Syahrul ST, yang optimis langkah ini akan meningkatkan kualitas layanan publik di Kota Lhokseumawe.
Transformasi honorer menjadi PPPK bukan sekadar keputusan lokal, melainkan kebijakan nasional yang berlandaskan regulasi kuat. Dasar hukum yang mendukung langkah ini mencakup: UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK; Permenpan RB Nomor 14 Tahun 2023 tentang Pengadaan PPPK untuk Jabatan Fungsional; UU Nomor 20 Tahun 2023, yang menghapus status honorer dan menyisakan dua kategori pegawai di instansi pemerintah: PNS dan PPPK.
Pasal 66 UU ASN menetapkan bahwa penataan pegawai non-ASN harus selesai paling lambat Desember 2024. Hal ini memberikan batas waktu yang jelas bagi pemerintah daerah untuk menyelesaikan proses transformasi ini.
Optimisme DPRK Lhokseumawe
Anggota DPRK Lhokseumawe dari Partai Nasdem, Syahrul, ST, melihat langkah ini sebagai peluang strategis untuk memperbaiki kinerja layanan publik.
"Transformasi ini bukan hanya memberikan status yang lebih jelas bagi tenaga honorer, tetapi juga meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan mereka. Pada akhirnya, ini akan berdampak positif terhadap kualitas layanan publik di Lhokseumawe," kata Syahrul kepada media ini, Sabtu (25/1/2025).
Ia juga menegaskan pentingnya transparansi dalam proses seleksi dan pengangkatan. "Seleksi harus berbasis kompetensi dan kebutuhan formasi yang jelas. Kita ingin pegawai yang diangkat mampu menjawab tantangan pelayanan publik di masa depan," tambahnya.
Bagi tenaga honorer yang telah mengikuti seleksi PPPK, pengangkatan ini memberikan secercah harapan baru. Namun, mereka juga berharap pemerintah memberikan perhatian pada pelatihan dan pengembangan kompetensi.
"Status saja tidak cukup. Kami ingin diberi pelatihan agar dapat meningkatkan kemampuan, sehingga bisa memberikan pelayanan yang lebih baik," ujar seorang tenaga honorer yang mengikuti seleksi PPPK.
Transformasi tenaga honorer menjadi PPPK diharapkan menyederhanakan sistem kepegawaian di pemerintahan. Dengan struktur yang lebih efisien, pemerintah daerah dapat lebih fokus pada peningkatan mutu layanan di sektor kesehatan, pendidikan, dan administrasi publik lainnya.
Warga Lhokseumawe menyambut positif kebijakan ini, dengan harapan bahwa pelayanan publik akan menjadi lebih cepat, profesional, dan responsif.
Komitmen Pemantauan Kinerja
Syahrul ST juga mendorong pemerintah daerah untuk tidak berhenti pada proses pengangkatan. "Kita perlu memastikan pegawai yang diangkat terus dievaluasi dan diberikan ruang untuk berkembang. Dengan begitu, pelayanan publik dapat terus ditingkatkan kualitasnya," tutupnya.
Transformasi tenaga honorer menjadi PPPK bukan sekadar perubahan status, tetapi langkah strategis untuk menciptakan tata kelola kepegawaian yang efisien dan berorientasi pada pelayanan masyarakat. Dengan sinergi antara pemerintah daerah, DPRK, dan masyarakat, diharapkan kebijakan ini membawa perubahan nyata bagi Lhokseumawe, menjadikan layanan publik semakin berkualitas dan profesional. [Adv]
Transformasi honorer menjadi PPPK bukan sekadar keputusan lokal, melainkan kebijakan nasional yang berlandaskan regulasi kuat. Dasar hukum yang mendukung langkah ini mencakup: UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK; Permenpan RB Nomor 14 Tahun 2023 tentang Pengadaan PPPK untuk Jabatan Fungsional; UU Nomor 20 Tahun 2023, yang menghapus status honorer dan menyisakan dua kategori pegawai di instansi pemerintah: PNS dan PPPK.
Pasal 66 UU ASN menetapkan bahwa penataan pegawai non-ASN harus selesai paling lambat Desember 2024. Hal ini memberikan batas waktu yang jelas bagi pemerintah daerah untuk menyelesaikan proses transformasi ini.
Optimisme DPRK Lhokseumawe
Anggota DPRK Lhokseumawe dari Partai Nasdem, Syahrul, ST, melihat langkah ini sebagai peluang strategis untuk memperbaiki kinerja layanan publik.
"Transformasi ini bukan hanya memberikan status yang lebih jelas bagi tenaga honorer, tetapi juga meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan mereka. Pada akhirnya, ini akan berdampak positif terhadap kualitas layanan publik di Lhokseumawe," kata Syahrul kepada media ini, Sabtu (25/1/2025).
Ia juga menegaskan pentingnya transparansi dalam proses seleksi dan pengangkatan. "Seleksi harus berbasis kompetensi dan kebutuhan formasi yang jelas. Kita ingin pegawai yang diangkat mampu menjawab tantangan pelayanan publik di masa depan," tambahnya.
Bagi tenaga honorer yang telah mengikuti seleksi PPPK, pengangkatan ini memberikan secercah harapan baru. Namun, mereka juga berharap pemerintah memberikan perhatian pada pelatihan dan pengembangan kompetensi.
"Status saja tidak cukup. Kami ingin diberi pelatihan agar dapat meningkatkan kemampuan, sehingga bisa memberikan pelayanan yang lebih baik," ujar seorang tenaga honorer yang mengikuti seleksi PPPK.
Transformasi tenaga honorer menjadi PPPK diharapkan menyederhanakan sistem kepegawaian di pemerintahan. Dengan struktur yang lebih efisien, pemerintah daerah dapat lebih fokus pada peningkatan mutu layanan di sektor kesehatan, pendidikan, dan administrasi publik lainnya.
Warga Lhokseumawe menyambut positif kebijakan ini, dengan harapan bahwa pelayanan publik akan menjadi lebih cepat, profesional, dan responsif.
Komitmen Pemantauan Kinerja
Syahrul ST juga mendorong pemerintah daerah untuk tidak berhenti pada proses pengangkatan. "Kita perlu memastikan pegawai yang diangkat terus dievaluasi dan diberikan ruang untuk berkembang. Dengan begitu, pelayanan publik dapat terus ditingkatkan kualitasnya," tutupnya.
Transformasi tenaga honorer menjadi PPPK bukan sekadar perubahan status, tetapi langkah strategis untuk menciptakan tata kelola kepegawaian yang efisien dan berorientasi pada pelayanan masyarakat. Dengan sinergi antara pemerintah daerah, DPRK, dan masyarakat, diharapkan kebijakan ini membawa perubahan nyata bagi Lhokseumawe, menjadikan layanan publik semakin berkualitas dan profesional. [Adv]