Museum Tsunami Aceh, Kemegahan Sebuah Museum yang Multifungsi


Kota Banda Aceh kini menjelma menjadi salah satu tujuan wisata yang wajib dikunjungi. Apalagi sejak tahun 2013 lalu, pemerintah mulai gencar menjalankan program visit Aceh untuk menarik wisatawan luar daerah hingga mancanegara. 

Begitu banyak tempat wisata menarik yang bisa dituju wisatawan, mulai dari wisata sejarah, religi, hingga kuliner. Objek wisata yang kini menjadi salah satu ikon Kota Banda Aceh adalah Museum Tsunami Aceh.

Museum Tsunami Aceh merupakan sebuah museum yang dibangun oleh Badan Rekonstruksi dan Rehabilitas NAD Nias. Tak hanya megah, dan museum yang didesain oleh walikota Bandung, Ridwan Kamil ini memiliki desain yang unik, serta fungsi beragam. 

Selain menjadi sebuah monumen untuk mengenang peristiwa tsunami, museum juga berfungsi sebagai wisata edukasi serta escape building jika dimasa depan tsunami kembali terjadi.

Museum Tsunami Aceh terletak pada Jalan Sultan Iskandar Muda, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Aceh. Lokasi museum ini juga sangat strategis, berada di jantung Kota Banda Aceh yang berjarak hanya 500 meter dari Masjid Raya Baiturrahman. Wisatawan bisa menggunakan kendaraan umum yang ada di Banda Aceh, atau juga kendaraan pribadi untuk berkunjung ke museum.

Tak hanya memiliki nilai sejarah dan mengenang bencana tsunami, Museum Tsunami Aceh ini memiliki berbagai filosifi yang terkandung dibeberapa bagian bangunan museum. Jika dilihat dari samping, maka museum akan nampak seperti sebuah kapal besar yang seolah menjadi tempat penyelamatan. Namun jika dilihat dari atas, bangunan ini didesain untuk merefleksikan gelombang tsunami.

Museum yang menjadi kebanggaan masyarakat Aceh ini dibangun pada tahun 2007 diatas lahan seluas 10.000 meter persegi. Dalam proses pembangunannya, diadakanlah sebuah sayembara untuk mendesain Museum Tsunami Aceh. Ridwan Kamil yang kala itu masih menjadi dosen Arsitektur di ITB, berhasil menyingkirkan puluhan kontestan lainnya serta berhak mendapat hadiah senilai Rp. 100 juta.

Museum yang memiliki luas bangunan 2.500 meter persegi ini menelan biaya mencapai Rp. 140 milliar dalam pembangunannya. Pada tahun 2009, proses pembangunan selesai serta diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhono namun baru dibuka untuk umum pada 8 Mei 2011.

Jika dilihat dari luar bangunan Museum Tsunami Aceh nampak sangat megah, dihiasi dengan ornamen yang melambangkan tarian saman. Desain dinding luar sendiri memiliki filosofi hubungan antara manusia terhadap Islam. Banyak yang mengetahui, bahwa desain dasar museum ini mengadopsi Rumoh Aceh.

Wisatawan bisa melihatnya pada lantai satu bangunan, yang didesain mirip seperti rumah panggung. Museum Tsunami Aceh sendiri memiliki 4 lantai, yang setiap lantainya memiliki fungsi, serta filosifi berbeda. Saat memasuki museum, wisatawan harus melewati sebuah lorong yang dikenal dengan Space of Fear.

Lorong ini memiliki panjang mencapai 30 meter serta tinggi 23 meter, yang menggambarkan tingginya gelombang tsunami kala itu. Kedua sisi dinding dialiri air, serta lorong ini dibuat cukup sempit, dengan cahaya remang-remang yang menggambarkan kepanikan dan rasa takut masyarakat Aceh kala tsunami terjadi.

Setelah melalui lorong tersebut, wisatawan akan dibawa ke Space of Memory atau yang juga disebut Memorial Hall. Diruangan yang terdapat di dalam Museum Tsunami Aceh ini wisatawan bisa melihat foto-foto serta gambar ditampilkan pada monitor. Gambar dan foto-foto ini memperlihatkan betapa dahsyatnya tsunami yang meluluh lantahkan bumi Serambi Mekkah kala itu. Pengunjung seolah akan dibawa kembali ke masa lalu, dan mengingat tentang peristiwa yang melanda Aceh.

Selanjutnya, wisatawan akan memasuki Space of Sorrow atau juga dikenal dengan The Light of God. Ruangan yang berbentuk seperti cerobong ini, memiliki ketinggian sekitar 30 meter serta di dindingnya terdapat nama orang-orang yang menjadi korban tsunami Aceh. 

Di dalam ruangan ini cukup gelap, dan terdapat sebuah kaligrafi yang berbentuk tulisan Allah, serta sepercik cahaya yang menyorotinya.

Ruangan ini mengandung berbagai macam filosofi dan makna serta memiliki nilai religius mengenai hubungan manusia dengan Tuhan. Selain itu, ruangan ini juga menggambarkan rakyat Aceh yang kala itu tengah berdoa meminta pertolongan dari Yang Maha Kuasa. Selanjutnya, di Museum Tsunami Aceh ini wisatawan akan dibawa keruangan Space of Confuse.

Di ruangan Space of Confuse ini menggambarkan kebingungan, kepanikan, serta keputusasaan yang dirasakan oleh orang-orang kala itu. Terlihat dari desain ruangan yang dibentuk berkelok-kelok, memutar, gelap dan tidak rata. Usai melewati ruangan ini, wisatawan akan dibawa untuk menuju ke Space of Hope atau jembatan harapan.

Di jembatan harapan ini, wisatawan bisa melihat 53 bendera negara yang terdapat di langit-langit Museum Tsunami Aceh serta batu-batu yang terdapat dipinggir kolam tepat dibawah jembatan. Di bendera dan batu tersebut, juga tertulis kata Damai dalam bahasa negara masing-masing. 

Hal ini merupakan bentuk rasa terima kasih, kepada negara-negara yang telah memberikan bantuan dalam proses rekonstruksi dan pemulihan pasca tsunami.

Setelah melewati jembatan, wisatawan akan disuguhi dengan sebuah film pendek yang menceritakan ketika terjadi tsunami serta pasca tsunami. Wisatawan juga bisa melihat adanya artefak-artefak serta miniatur. Seperti jam Masjid Raya Baiturrahman yang jatuh dan mati saat kejadian gempa, dan miniatur tentang orang-orang yang lari lalu lalang ketika melihat gelombang tsunami setinggi pohon kelapa. [Adv]
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru