Masjid Raya Baiturrahman, Masjid Bersejarah yang Sekarang Berubah Wajah


Masjid Raya Baiturrahman memang tak hanya menjadi tempat ibadah saja bagi umat muslim, tetapi juga menjadi destinasi wisata yang selalu ramai dipadati wisatawan. Keindahan arsitektur bangunan, serta kemegahannya menjadi daya tarik yang mampu membius setiap orang. Terlebih lagi, masjid ini juga seolah merupakan bagian penting dalam sejarah perjalanan Aceh dari masa ke masa.

Masjid Raya Baiturrahman berada pada Jalan Muhammad Jam No.1, Desa Kampung Baru, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Letaknya yang strategis, yaitu berada tepat dijantung Kota Banda Aceh membuat wisatawan mudah untuk berkunjung ke masjid ini. Pengunjung bisa menggunakan berbagai kendaraan umum, dan juga kendaraan pribadi.     

Masjid yang menjadi sebuah kebanggaan bagi masyarakat Aceh ini juga menyimpan kisah unik didalamnya. Ketika bencana tsunami melanda Aceh pada tahun 2004 lalu, dengan ajaibnya bangunan masjid ini tetap berdiri kokoh serta tak mengalami kerusakan sedikitpun. Hanya sedikit pagar saja yang runtuh terkena terjangan air bah, Masjid Raya Baiturrahman juga menjadi pemersatu umat ketika banyaknya warga muslim dan non muslim yang mengungsi di masjid ini.

Sejarah Masjid Raya Baiturrahman
Pada awalnya Masjid Raya Baiturrahman merupakan masjid Kesultanan Aceh Darussalam yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612 Masehi. Namun ada juga versi lain yang mengatakan bangunan ini dibangun oleh Sultan Alauddin Mahmud Syah pada tahun 1292 Masehi. Mulanya bangunan masjid sendiri menganut gaya arsitektur seperti masjid kuno di Aceh yang beratap limas bersusun empat.

Pada era kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam, Masjid Raya Baiturrahman merupakan pusat pendidikan agama selain Masjidil Haram yang ada di Mekkah. Kala itu, banyak orang dari berbagai penjuru dunia yang datang di masjid ini untuk belajar agama Islam. Masjid ini juga menjadi saksi sejarah akan perlawanan masyarakat Aceh terhadap penjajahan Belanda.

Belanda yang mencanangkan gencatan senjata pada Aceh datang dengan sebuah kapal yang di pimpin oleh Johan Harmen Rudolf Kohler 26 Maret tahun 1873. Berselang kurang lebih 10 hari, pasukan Belanda ini berhasil merebut Masjid Raya Baiturrahman. Namun peperangan ini akhirnya bisa dimenangkan Aceh dengan terbunuhnya Johan Harmen Rudolf Kohler. Untuk mengenang peristiwa ini, dibuatlah sebuah monumen yang bisa dilihat wisatawan di pintu masuk utara masjid.

Selain menjadi tempat ibadah bagi masyarakat Aceh, masjid kala itu juga digunakan untuk tempat berkumpul para pejuang untuk merancang strategi dan taktik peperangan menghadapi Belanda. Pada tanggal 10 April 1873 Masjid Raya Baiturrahman dibumi hanguskan oleh Belanda, sehingga memancing amarah masayarakat Aceh dan menimbulkan berbagai perlawanan yang lebih hebat untuk mengusir Belanda dari Tanah Rencong.

Demi meredakan kemarahan masyarakat Aceh, Belanda dengan cerdiknya berjanji akan membangun ulang Masjid Raya Baiturrahman yang ditandai dengan peletakan batu pertama pada tahun 1879 Masehi. Pembangunan masjid sendiri menganut gaya arsitektur dari Taj Mahal India yang didesain oleh seorang arsitek bernama de Bruchi.

Seiring berjalannya waktu, Masjid Raya Baiturrahman dilakukan perluasan serta renovasi dibeberapa bagian bangunan. Seperti di tahun 1935, bagian masjid diperluas dengan menambahkan dua kubah di kanan dan kirinya. Lalu ditahun-tahun berikutnya ditambah lagi dengan membangun dua kubah dan dua menara pada sisi selatan dan utara.

Selain itu juga dilakukan perluasan bangunan masjid sendiri, serta penambahan tempat wudhu, dibangunnya taman, kolam, lampu hias, pekarangan, tulisan kaligrafi, air mancur, peletakan marmer, pemasangan klinkers, serta penambahan beberapa kubah. Tak hanya itu, baru-baru ini Masjid Raya Baiturrahman juga telah diresmikan setelah direnovasi ulang dengan menambah 12 payung elektrik.

Seolah tak pernah berhenti bersolek diri, pemerintah setempat terus berupaya untuk mempercantik masjid yang telah menjadi landmark Serambi Mekkah ini. Penambahan berbagai infrastruktur dan landscape yang terus digencot guna memberi kenyamanan bagi jamaah masjid, serta demi mewujudkan objek wisata halal di Banda Aceh.

Di Masjid Raya Baiturrahman telah dibangun 12 payung elektrik yang menambah keindahan masjid ini. Payung ini memiliki ketinggian mencapai 20 meter dan lebar 14 meter. Mengelilingi kolam berbentuk persegi panjang serta lantai marmer yang dulunya merupakan halaman rumpu hijau.

Pembangunan ini juga mencakup tempat parkir bawah tanah yang bisa menampung hingga ratusan mobil dan motor. Selain itu, ditambahkan tempat wudhu, serta toilet untuk pria dan wanita.

Marmer yang digunakan untuk lantai pun didatangkan dari Spanyol dan Italia. Selain itu, akan dibangun juga beberapa fasilitas yang ramah dengan kaum disabilitas. Pada halaman masjid, rencananya akan ditanam puluhan pohon kurma serta pohon geulumpang. Selain itu, taman akan dihiasi dengan bunga warna-warni yang semakin mempercantik Masjid Raya Baiturrahman.

Masjid Raya Baiturrahman ini dijadikan sebagai pusat kegiatan agama Islam tak hanya dalam negeri tetapi juga di Asia Tenggara. Hal ini juga semakin mengukuhkan Aceh sebagai daerah berjuluk Serambi Mekkah. Selain itu, hal ini juga demi mewujudkan wisata islami baru yang tak hanya menarik wisatawan daerah, tetapi juga mancanegara.

Wajah Masjid Raya Baiturrahman memang seolah berubah, yang dulunya nampak seperti Taj Mahal kini semakin menyerupai kemegahan Masjid Nabawi. Pada tahun 2016 lalu, bahkan masjid ini mendapat sebuah penghargaan World’s Best Hallal Cultural Destination dalam ajang World Halal Tourism Award yang diikuti oleh beberapa negara di Abu Dhabi. [Adv]
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru