Fokus Intervensi Stunting Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan


Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) fokus pencegahan stunting pada bayi di fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Demikian dikatakan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPMPPKB) Fakhrurrazi, SH. MH, Rabu (12/4/2023). 

Kutip Fakhrurrazi, dalam Orientasi dan Pendampingan bagi Pengelola Program Bina Keluarga Balita Holistik Integratif Unggulan (BKB HIU) secara hybrid di kantor pusat BKKBN dan ditayangkan melalui Youtube BKKBNOfficial pada Selasa (11/04/2023), Deputi bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Nopian Andusti, SE., MT menegaskan Pemerintah telah memfokuskan intervensi pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan. 
.
Nopian mengatakan fase 1.000 HPK merupakan periode pembentukan organ bayi, termasuk otak, pertumbuhan panjang badan, serta perkembangan anak yang sangat cepat, dikatakan pembentukan saraf otak terjadi 1000 kali setiap detik yang membuat otak anak di usia ini dua kali lebih aktif dibanding otak dewasa.

Namun menurut Nopian, dalam intervensi di periode 1.000 HPK masih banyak kendala yang ditemui sehingga menyulitkan upaya percepatan penurunan stunting.

BKKBN telah mengembangkan pengasuhan 1000 HPK melalui kelompok kegiatan keluarga balita dan Bina Keluarga Balita Holistik Integratif sebagai wadah penyuluhan bagi bagi orang tua tentang pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak yang dilakukan secara simultan, sistematis, menyeluruh, integrasi, dan berkesinambungan, dengan program pengembangan anak usia dini lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar anak.

Maka dari itu Nopian mengatakan kegiatan ini juga sekaligus memaparkan praktik-praktik baik di beberapa daerah yang dapat dijadikan contoh dalam pelaksanaan BKB HI tersebut yang disebut Bina Keluarga Balita Holistik Integratif Unggulan (BKB HIU).

Pada kegiatan ini, Kabupaten Halmahera menjadi salah satu daerah yang memaparkan keberhasilannya dalam menjalankan program-program BKB HIU yang telah terbukti menurunkan stunting di daerahnya.

Ketua TP PKK Kabupaten Halmahera Barat Meri Popala menyebutkan inovasi yang dilakukan adalah adanya kesepakatan dengan Dinas Pariwisata dengan Eko Eduwisata yang dilaksanakan di 5 desa wisata dan 1 Kampung KB.

"Inovasinya meliputi yang pertama Poin Check In atau pojok informasi cerdas canting, Good Mood dalam hal ini pengembangan pola pikir dan pola asuh dengan metode Healing, yang ketiga Buah Ceri dalam hal ini Bunda Sehat Anak Ceria, yang keempat Kemilau HB, kelas senam ibu hamil Andalan Utama Halmahera Barat," paparnya.

Prevalensi stunting di Kabupaten Halmahera Barat sendiri pada tahun 2018 sebanyak 35,26% (Riskesdas Tahun 2018), sementara untuk tahun 2019 sebanyam 23,09% (SSGI Tahun 2019), sedangkan tahun 2021 berdasarkan hasil SSGI naik menjadi 30%, lalu turun banyak pada Tahun 2022 menjadi 23,9%.

Kegiatan Orientasi dan Pendampingan bagi Pengelola Program BKB HIU ini tidak hanya mengundang Ketua TP PKK Kabupaten Halmahera Barat sebagai Duta Orang Tua Hebat, namun juga turut mengundang Direktur kelembagaan dan Kerjasama Desa Kementerian Dalam Negeri Chaerul Dwi Sapta, SH, M.AP sebagai narasumber.

Aceh merupakan provinsi dengan prevalensi balita stunting tertinggi kelima di Indonesia pada 2022. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di provinsi ini sebesar 31,2% pada tahun lalu.

Adapun Aceh hanya mampu memangkas angka balita stunting sebesar 2 poin dari tahun sebelumnya. Pada SSGI 2021, prevalensi balita stunting di provinsi ini mencapai 33,2%.

Prevalensi stunting di Aceh tergolong buruk, karena melebihi ambang batas yang ditetapkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 20%.

Berdasarkan wilayahnya, terdapat 12 kabupaten/kota di Aceh yang memiliki prevalensi balita stunting di atas rata-rata provinsi, kemudian 11 kabupaten/kota lainnya di bawah angka rata-rata.

Kota Subulussalam merupakan wilayah dengan prevalensi balita stunting tertinggi di Aceh pada 2022, yakni mencapai 47,9%. Angka ini melonjak 6,1 poin dari 2021 yang sebesar 41,8%.

Kabupaten Aceh Utara menempati peringkat kedua di Aceh dengan prevalensi balita stunting sebesar 38,3%. Posisinya disusul oleh Kabupaten Pidie Jaya dengan prevalensi balita stunting 37,8%.

Prevalensi balita stunting terendah berada di Kabupaten Aceh Jaya, yakni 19,9%. Lalu Kota Banda Aceh menempati peringkat ke-19 di provinsi ini dengan angka balita stunting 25,1%. [Adv]

Postingan Lama
Postingan Lebih Baru