Balas Dendam Digital (Revenge Porn) Menurut Pandangan Filsafat


Nafiza Putri, Mahasiswi Prodi Ilmu Pemerintah, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh



KABAR ACEH | Banda Aceh- Berfilsafat kita bisa melihat semua masalah dalam segala aspek, sehingga mengajarkan kita untuk berfikir kritis dan logis tidak menerima pendapat orang lain begitu saja terutama dalam masalah hoax terhadap individu-individu. 

Banyak sekali diberbagai media, dan sosial media pada saat ini yang memberitakan berita-berita bohong yang dapat mempengaruhi khalayak ramai. Jika kita tidak berfikir kritis dan logis kita bisa terpengaruh oleh orang lain dengan sangat mudahnya. Oleh karena itu kita harus bijaksana dalam menerima berita dari sosial media.

Saat ini sosial media sedang ramai membicarakan tentang Revenge Porn yang merupakan balas dendam secara seksual. Dimana seseorang menyebarluaskan foto/video milik korban ke sosial media yang bertujuan untuk menjatuhkan citra korban di muka umum. 

Ada 2 faktor penyebab terjadinya keadaan (ontologi) Revenge Porn ini,
1. Foto/video diperoleh ketika tanpa paksaan dan kesepakatan bersama dalam sebuah hubungan atau status.
2. Pelaku menjebak korban dengan sebuah link yang dapat menggali seluruh informasi pribadinya korban, kemudian mengancam korban untuk berfoto dan video seperti ini dan seperti itu agar bisa ia perjual beli kan foto atau videonya korban tapi tanpa memperlihatkan wajah korban, seperti kasus Nth room di telegram. Jika korban mengadukan ke pihak berwajib pelaku juga mengancam dengan menyebarkan foto korban yang terekspos mukanya  dan juga rahasia rahasia lain yang ia dapatkan di ponselnya. Sehingga korban takut dan tidak ingin merasa malu.

Oleh karena itu, kita harus lebih berhati hati dan rasionalitas kritis dalam menjalin hubungan dengan seseorang untuk tidak membagi hal hal yang bersifat privasi dan lebih selektif dalam memilih pasangan. Jika terjadinya seperti faktor kedua maka korban dan keluarga harus berani melaporkan kepihak yang berwajib serta berani mengungkapkan kebenaran yang terjadi kepada khalayak ramai agar pelaku tidak bisa lagi mengancam korban.

Kasus Revenge Porn terus berkembang seiringan dengan perkembangan Informasi Transaksi Elektronik hingga kini yang menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM terhadap kaum perempuan. Contohnya seperti pada sebuah akun anonim instagram (tidak bisa disebutkan namanya), yang merupakan tempat untuk orang orang bisa mengungkapkan dosa mereka secara anonim. 

Dimana sang kakak mengaku sudah menyadari dosanya dahulu yang membiarkan teman temannya memperkosa satu satunya adik perempuannya dengan sengat tidak manusiawi melayani 9 orang dan mereka menggunakan tindak kekerasan pula seperti mencekik, memukul, menyiksa, hingga menyebarkan konten seksual ke sosial media sebagai bentuk ancaman. 

Tak hanya itu bahkan ayahnya mulai memperkosanya juga setelah ia mengadukan perbuatan kakak dan teman temannya terhadap dirinya. Sehingga bertahun tahun ia hidup menjadi budak seks mereka karena terus menerus di ancam akan menyebarkan fotonya tanpa busana, fakta ia hamil diusia di bawah umur yang akan membuatnya malu, dan takut. 

Tak hanya itu saja, ia juga berulang kali hamil dan di paksa menggugurkannya kandungannya yang berujung dipukul perutnya sampai ia berdarah darah. Hal ini terus dilalui hingga akhirnya ia bisa kabur untuk ketiga kalinya hingga sang kakak dan ayahnya tak kunjung dapat menemukannya lagi. Namun kini akun instagram anonym tersebut dapat mempertemukan sang kakak dan sang adik karena keduanya menceritakan hal yang sama dan berkaitan, serta ketika ditanya kapan hal itu terjadi mereka juga menyebut tahun dan perkiraan bulan yang sama pula.

Bagaimana bisa seorang kakak tidak menyayangi adiknya, dan bagaimana bisa 9 orang teman teman kakaknya memperkosa dan memukuli seorang wanita di bawah umur dengan kejam? Bahkan ayahnya yang mengetahui hal itu tidak melindunginya dan justru memperkosanya juga?

Kita dapat melihat dengan cabang ilmu filsafat Epistemologi yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan yang didapat seseorang. Seorang pria bisa sampai memperkosa wanita di bawah umur yang seharusnya ia sayangi itu karena tidak tumbuhnya rasa kasih sayang pada dirinya karena lingkungan ia hidup bersosial tidak pernah memberinya kasih sayang, dan tidak adanya diberi pengetahuan untuk menyayangi adik adiknya terutama kaum perempuan. 

Hal yang utama perlu dilihat keluarga mereka tidak memiliki seorang ibu, dan tidak dijelaskan mengapa tidak hadirnya seorang ibu di samping mereka. Sehingga tidak timbulnya rasa istimewa kepada seorang wanita. Lalu sang ayah yang ikut memperkosanya juga menjadi jawaban bahwa adanya genetika atau pemikiran yang diturunkan dari ayahnya yang tidak menghargai kerabatnya sendiri. Sehingga seorang adik perempuan harus hidup malu dengan menjadi pelampiasan orang dewasa yang hamil berulang kali di umurnya yang sangatlah muda.
 
Dampak yang didapatkan oleh korban Revenge Porn :
1.   Dipandang rendah oleh masyarakat
2.   Mengalami gangguan psikis dan mental
3.   Merasakan trauma berkepanjangan
4.   Rasa malu  untuk bersosialisasi.
 
Tentu tak hanya contoh di atas saja, berdasarkan catatan akhir tahun Komnas Perempuan tahun 2020 kasus serupa terjadi lebih dari 1.425 kasus kejahatan cyber terhadap perempuan di tahun 2020, 329 diantaranya adalah revenge porn yang terjadi di Indonesia dengan kenaikan 348% dari 490 kasus di tahun 2019 menjadi 1.425 kasus di tahun 2020.

Kemudian, berdasarkan data dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), dari ratusan kasus yang ditangani saat ini, hanya sekitar 10% saja  yang berujung ke pengadilan. Saat ini tanpa adanya kerangka hukum yang kokoh untuk melindungi korban, menurut Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan, pelaku tidak akan terjerat hukum pidana dan bisa bebas begitu saja. Sehingga tidak dapat mewujudkan rasa aman untuk kaum perempuan yang menjadi korbannya.
 
Oleh karena selaku pemerintah yang memiliki kewajiban dan tanggung jawab sebagai pemangku kewajiban yang diperlukan dalam masalah revenge porn ini, terutama terhadap korban dalam mewujudkan negara yang menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM bagi warga negaranya. 

Hukum nasional Indonesia mengatur dengan tegas hal tersebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV, Bab XA Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J dan Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta Undang– Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara. Sama halnya dengan yang dijelaskan dalam Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 71 yang menyatakan: “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia”. 

Berdasarkan perintah undang-undang tersebut telah jelas bahwa negara mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk menjamin Hak Asasi Manusia warga negaranya.
 
Dengan tanggung jawab tersebut pemerintah dapat mencegah kejadian balas dendam secara seksual (revenge porn) di masyarakat agar tidak terjadi lagi seperti beberapa kasus yang pernah terjadi di Indonesia dan sudah diputuskan oleh pengadilan seperti berikut ini:
1.   Putusan Pengadilan Negeri Ciamis No. 267/Pid.Sus/2015/PN.Cms tanggal 8 Desember 2015 Tentang Penyebarluasan Rekaman Adegan Persetubuhan oleh mantan suami.
2.    Putusan Pengadilan Negeri Probolinggo No. 78/Pid.B/2015/PN-Prob, tanggal 7 Juli 2015 tentang Penyebarluasan Foto Bugil oleh Mantan Kekasih.
3.   Putusan Pengadilan Negeri Malang No. 645/Pid.Sus/2015/PN.Mlg, tanggal 17 Februari 2016 Tentang Penyebaran Foto Bugil Mantan Kekasih.

Kasus-kasus revenge porn yang sudah diputus pengadilan serta sanksi yang ditetapkan diatas, tidak menjamin kasus revenge porn berkurang. Justru pihak perempuanlah yang selalu menjadi sorotan untuk disalahkan dan dipermalukan karena identitas gender menjadi sasaran yang empuk untuk menyerang seseorang secara seksual.
 
Seperti istilah dalam ilmu filsafat Feminisme bertujuan untuk membangun, dan mencapai kesetaraan gender di lingkup politik, ekonomi, pribadi, dan sosial. Hal ini sendiri terjadi karena banyak pendiskriminasian kepada kaum wanita. Oleh karena itu wanita ingin keluar dari mimpi buruk yang menimpa kaum wanita. 

Korban terbanyak merupakan perempuan terjadi karena minoritas seksual terjadi sebab kerentanan identitas mereka yang lemah tak berdaya.
 
Untuk menghormati hak korban dalam mendapat hak akan bantuan hukum. Kewajiban Negara untuk melindunginya, yaitu mengadopsi hukum perlindungan terhadap perempuan dan adanya proses penyelidikan terhadap pelaku. 

Negara memiliki kewajiban untuk memberikan pemulihan terhadap korban, akan tetapi hingga saat ini Negara belum memenuhi hak tersebut. Lalu bentuk lain upaya Negara menangani kasus revenge porn yaitu adanya upaya penal dan non penal terhadap kasus yang telah terjadi. 

Melalui upaya penal, negara menegakkan sistem hukum dengan cara memberikan sanksi bagi pelaku sesuai instrument yang ada. Melalui upaya non penal, adanya pemberian restitusi, kompensasi dan rehabilitasi terhadap korban.
 
Selanjutnya, jika negara sudah mampu menjerat pelaku dengan hukum, masyarakat selaku sesama manusia, marilah mulai memiliki kesadaran untuk menjaga diri sendiri, kerabat, teman, dan tetangga. Karena bahaya bisa terjadi kepada siapa saja. Di lingkungan masyarakat sekarang sudah banyaknya timbul sifat acuh tak acuh, oleh karena itu perlu adanya gerakan untuk menghargai setiap individu, dan mulailah mendengarkan curahan hati terdalam seseorang karena setiap manusia menghadapi cobaan yang berbeda-beda, jika ada korban Revenge Porn atau pelecehan masyarakat perlu untuk respect bukannya malah semakin membully. Karena pada dasarnya wanita jika sudah terkena pelecehan ia bukannya tidak ingin melawan, tapi rasa sakit di hatinya yang sering membuat wanita membeku tak dapat bergerak.

Untu itu kita perlu ada disisinya memberi arah padanya untuk mengambil tindakan yang lebih baik, dan menjadi pembimbingnya untuk berekspresi, dan melahirkan suatu keindahan yang kita dapatkan dalam hidup ini sebagai imbalannya. Sesuai dengan cabang ilmu filsafat Aksiologi. []

OPINI
 
Penulis: Nafiza Putri, Mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintah, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. (Senin, 3 Mei 2021)

Editor: SR

Postingan Lama
Postingan Lebih Baru